Rabu, 02 September 2009

SEJARAH PERJUANGAN MONE MOLA PERLU DILURUSKAN

Masyarakat Sabu-Raijua khususnya tokoh adat dan pemerhati budaya Sabu di Kecamatan Hawu Mehara menyikapi dan mengkritisi buku Sejarah Perjuangan Mone Mola Melawan Belanda di Sabu Kabupaten Kupang yang ditulis tim peneliti sejarah dan budaya Sabu yang terdiri dari delapan orang.
Sebagai penanggungjawab yakni Sixtus Tey Seran, ketua, Alexander Bell dan sekertaris, Hendrik Boenga yang dilengkapi lima anggota tim yakni, Gabriel Nua Sinu, Jacob Riwu, Markus Tae, Ali Rofinus dan Jamika Sula.

Buku sejarah perjuangan Mone Mola melawan penjajah Belanda tahun 1914 di wilayah kevetoran Mahara dalam struktur pemerintahan adat Mone Ama yang dikenal dengan nama Ratu Mone Pidu di pulau Sabu (sekarang Kecamatan Hawu Mehara, red) yang diterbitkan unit pelaksana tehnis dinas (UPTD) Arkeologi, kajian sejarah dan nilai tradisionil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT tahun 2007, akhirnya mendapat tanggapan serius dari tokoh adat Hawu Mehara.

Hal itu diungkapkan tokoh adat dan pemerhati budaya Sabu, Ruben Mangngi yang berdomisili di Kelurahan Airnona Kecamatan Oebobo Kupang yang mendatangi Timor Express di Seba-Sabu Barat belum lama ini. Menurut Mangngi, dengan terbitnya buku sejarah perjuangan dan budaya Sabu, sangat positif, selain untuk melestarikan budaya bangsa, juga sebagai sejarah/muatan lokal (mulok) yang menjadi mata pelajaran mulok ditingkat sekolah dasar (SD).

Perlu dipelajari, menggali dan melestarikan kearifan lokal di setiap daerah. Kata Mangngi, dari satu sisi sebagai mata pelajaran mulok, sangat positif karena menambah khasanah resensi buku sejarah dan budaya Sabu di NTT, tetapi kalau ditinjau dari isi buku tersebut masih banyak kelemahannya. Termasuk struktur adat budaya Sabu perlu diketahui dan pelaku sejarah harus dipahami.

Sebab, buku sejarah perjuangan Mone Mola setebal 102 halaman itu terdapat 18 kesalahan fatal yakni halaman 4, 8, 10, 13, 15, 30, 46, 60, 68, 69, 71, 72, 74, 77, 79, 80, 82 dan 84 yang harus segera diperbaiki. Sehingga, isi buku tersebut tidak menyimpang dan kerancuan sejarah karena nilai-nilai luhur adalah kepribadian bangsa yang majemuk, tetapi satu dalam kesatuan negara Republik Indonesia.

Dikatakan, seperti upacara/ritual adat Uri dilaksanakan pada malam hari dirumah adat Due Duru di Kolorae yang dipimpin Deo Rai bersama Mone Ama Doheleo dan Pulodo Muhu. Sedangkan, upacara Dhami Boro yang dipimpin Mone Ama Rue yaitu upacara perang dilaksanakan pada pagi hari.

Pemerintahan tinggi di Sabu adalah deo ama yang sama artinya, dengan Tuhan dan bukan dewa tertinggi. Sebab, dalam kepercayaan Jingitiu, agama suku masyarakat Sabu-Raijua tidak mengenal adanya dewa tertinggi atau dewa rendah. Untuk menjalankan roda pemerintahan dibumi (pulau Sabu dan Raijua, red) dibawah pimpinan Mone Ama sesuai versi masing-masing daerah.

Seperti daerah Habba (Seba), Menia, Mahara (Hawu Mehara), LiaE (Sabu LiaE), Dimu (Sabu Timur) dan Raijua, jumlah Mone Ama berbeda. Khusus di Mahara, struktur Mone Ama adalah Deo Rai dan Rue merupakan pimpinan tertinggi, Pulodo Wadu, Doheleo, Maja, Pulodo Muhu dan Raga Dimu. Ketujuh Mone Ama tersebut merupakan satu kesatuan dalam pemerintahan adat di Mahara yang disebut Ratu Mone Pidu.

“Karena itu, saya mengharapkan kepada para tim penyusun sejarah perjuangan Mone Mola di Sabu dapat merevisi atau memperbaiki isi buku tersebut supaya sejarah Sabu tidak rancu dan menyimpang.

Tim penyusun buku ini harus membuka sebuah seminar pelurusan sejarah perjuangan Mone Mola di Mahara-pulau Sabu bertempat di Seba untuk menjaring satu persepsi kesepakatan, setelah itu baru digelar lagi satu seminar di Kupang untuk menyempurnakan satu pemahaman sejarah,” harap Mangngi.

Ditempat terpisah, kepala Desa Molie Kecamatan Hawu Mehara, Ruben Aga Ludji membenarkan, supaya sejarah perjuangan Mone Mola tidak mengalami banyak persepsi, sudah saatnya tim penyusun dari UPTD Arkeologi, Kajian Sejarah dan Nilai Tradisionil Dinas P dan K Provinsi NTT harus melaksanakan sebuah seminar tentang sejarah perjuangan Mone Mola dan masalah adat Hawu Mehara dalam pemerintahan Mone Ama yang disebut dengan satu nama yakni Ratu Mone Pidu.

3 komentar: